Selasa, 18 Maret 2014

tips agar novel diterima penerbit

Lohaloha~ (?)
Aku mau post tentang cara agar naskah kita diterima penerbit.
Eits! Bukan berarti naskahku gak pernah ditolak, lho .... Tapi aku cuma mau kasih tau aja. Siapa tahu cara-cara di bawah ini bisa membantu. ^o^
Check it out yuk! (:

Sebenrnya gmpang sih, tp trgantung kita juga.

Ikuti persyaratan yang diberikan penerbit.

Misalnya penerbit memberikan batas halamannya minimal 65 halaman, dan maksimal 75 halaman. Kalian jangan buat cerita dengan 60 halaman atau 80 halaman, dong. Ikuti saja syarat penerbitnya.
Misalnya lagi, penerbit hanya menerima novel. Kalian jangan kirim kumpulan cerpen. Misalnya juga penerbit hanya menerima kiriman naskah lewat pos. Jangan kirim lewat e-mail, ya.

Buat cerita dengan tema yang berbeda dari yang lain.

Ini termasuk sulit. Ya, bukannya gampang lho buat cerita berkualitas itu. tapi kita harus usaha, dong. Coba deh buat cerita yang unik, beda dari yang lain, dan gak pasaran tentunya. Cari inspirasi dari hal-hal kecil di sekitar kita!
Temanya apa dong? Oke. Misalnya kalian ingin temanya tentang keluarga. Coba deh buat alurnya itu gak pasaran, gitu lho maksudku. xD


Konsisten dengan inti cerita.

Ini penting. Maksudnya apa sih? Ya, gini looo. Misalnya kalian buat cerita tentang persahabatan, bercerita tentang si A dan B. Jangan deh, nyampe di tengah-tengah ceritanya jadi bercerita tentang si C sedetil-detilnya, padahal gak ada kaitannya sama A dan B. Nanti pembacanya pasti bilang, “Lah, si C ini ngapain? Orang gak ada kaitannya sama A dan B ....”
Dan jangan juga kalian pakai tokoh ‘aku’, namun di tengah-tengah jadi ‘saya’. Nah, misalnya kalian panggil ibu dengan sebutan ‘bunda’ di awal. Tapi di tengah jadi ‘mama’. Dan di akhir jadi ‘ibu’. Waduh, ntar yang baca ngira kalo ibunya ada tiga. -_-V

Jangan terlalu bertele-tele.

Kalau buat cerita, kita gak perlu cerita tentang hal yang nggak penting. Misalnya, kita bercerita tentang A yang pakai baju rumah, padahal dia sedang sekolah. Boleh-boleh aja sih, kalian kasih tau motif baju yang dipakai si A. Tapi jangan cerita gimana ibunya ngasih itu.
Contoh:

Ardi memakai baju bertuliskan namanya dan berwarna merah. Dia pun pergi ke sekolah. Sampai di sana, dia ditertawakan teman-temannya karena dia tidak memakai baju seragam.
Baju merah Ardi dibelikan ibu Ardi di mal ternama yang bernama Mal Anggrek. Mal itu cukup bagus dan luas. Di dalamnya berisi barang-barang impor yang terkenal bagus. Setiap minggunya, Ardi selalu pergi ke sana.

Nah, coba perhatikan di paragraf kedua. Itu gak perlu! Babat semua. Kecuali kalau memang ada kaitannya dengan cerita, baru boleh. Sekarang mengerti, kan? (:

Buat konflik (masalah) dalam cerita.

Dalam sebuah cerita tentu saja harus ada konfliknya. Misalnya kalian buat cerita persahabatan (ini contoh simpelnya). Ceritanya si Y dan Z bersahabat. Mereka menjalani hari-hari dengan riang gembira. Nah, kalau gitu aja ceritanya kan gak seru.
Coba deh kalian tambahin. Misalnya bapaknya si Y meninggal gara-gara rumahnya Y kebakaran. Nah, jadinya kan ceritanya lebih seru! Iya, nggak?

Buat penyelesaian konflik.

Kalau kita buat konflik, harus ada masalahnya dong? Kalau nggak ada penyelesaiannya, kasian yang baca dong ._. buatlah penyelesaiannya sebaik mungkin, jangan nggak nyambung sama masalahnya dan jangan terlalu impossible atau mustahil.

Buat nama tokoh sesuai dengan karakternya.

Ini penting! Nah, misalnya kalian buat tokoh yang tinggal di kampung. Kerjaannya maen layangan tiap hari. Ya gak mungkin kan namanya Jack? Harusnya namanya biasa aja, jangan Jack juga kali.
Nah, misalnya juga kalian buat tokoh. Orangnya kayaaaa banget. Dia artis ternama. Setiap hari syuting, tiap minggu ke mal habis sepuluh juta. Masa namanya Paijo? Aneh banget lah yawww!
Jadi tolong sesuaikan sama karakternya, ya, hehehe. :D

Jangan PLAGIAT!

Ini penting! Jangan pernah meng-copas atau meniru karya orang lain. Ingat, ya. Itu bisa mencemarkan nama baik kita sendiri. Walaupun penerbit tidak tau, kalau sampai akhirnya ketahuan saat sudah terbit, aduh, gawat. Bisa-bisa kita dituntut dan kemungkinan besar naskah kita tidak akan diterima dan diterbitkan lagi karena penerbit sudah tidak percaya dengan kita. Gaswat, kan? :(

Pastikan tanda baca dalam cerita itu tepat.

Ini termasuk penting, lho. Jangan sampai kita salah memberikan tanda baca titik, koma, tanda tanya, tanda seru, dan lainnya. Nanti kita malah dikira nggak ngerti tanda baca sama sekali! Karena itulah kita harus banyak membaca buku agar wawasan kita bertambah.

Kalau naskah kita masih ditolak, bagaimana? :’(

Duh, jangan patah semangat dulu, dong. Mungkin saja selera penerbit tidak cocok dengan naskah kita. Atau naskah kita kurang bagus, dan bisa juga temanya pasaran. Atau mungkin alurnya jelek? Plotnya nggak berkembang? Ceritanya Cuma itu-itu aja? Nggak ada konflik? Penyelesaiannya konfliknya kurang bagus?
Penerbit punya banyak alasan untuk menolak naskah seseorang. Jangan berpikir kalau kita tidak punya bakat menulis. Dulu, naskahku juga pernah ditolak. Tapi, ingatkah kalian kalau kegagalan adalah kemenangan yang tertunda?

Saranku simpel saja. Instropeksi diri, dan teruslah berkarya!
Salam sukses ^_^

0 komentar:

Posting Komentar